Monday, June 12, 2017

Fakta Dibalik Ketegangan Arab Saudi Dengan Qatar. Tanda Hari Kiamat?

Dalam beberapa hari terakhir, pemberitaan tentang memanasnya hubungan Arab Saudi, Uni Emirat Arab (UEA) dan Mesir. Renggangnya hubungan beberapa negara teluk itu diterangarai berawal dari sebuah keterangan yang diduga palsu yang menyeret nama Emir Qatar (22/5/2017). Pernyataan kontroversial itupun dengan cepat dipublikasikan oleh saluran TV Al-Arabiya (milik Arab Saudi), Sky News Arabia (milik UEA) serta saluran satelit dan media elektronik Mesir.

Fakta Dibalik Ketegangan Arab Saudi Dengan Qatar. Tanda Hari Kiamat?
Peta Negara Qatar (Foto: INT)
Pernyataan yang diduga palsu tersebut berisi tuduhan sebagai berikut: 
  • Hubungan yang memburuk antara Qatar dengan Trump di Washington.
  • Seruan dari Qatar ke Mesir, UEA dan Bahrain untuk meninjau kembali sikap anti-Qatar mereka.
  • Pernyataan Qatar yang menyebutkan bahwa Iran mewakili kekuatan regional serta kekuatan Islam, dimana kekuatan itu tidak boleh diabaikan.
Alhasil, meski pernyataan tersebut berasal dari media resmi Qatar News Agency (QNA), namun para pejabat pemerintah enggan mengakui keaslian pernyataan tersebut dengan menyatakan bahwa situs QNA telah diretas. Walau telah dibantah, media Saudi, UEA dan Mesir menganalisis bahwa pernyataan tersebut asli. Akibatnya, pemberitaan terhadap pernyataan itu terus menerus dimuat dan mendominasi berita serta komentar di media-media tersebut selama berhari-hari. Serangan terhadap Qatar pun terus berlanjut, sehingga mengindikasikan adanya kesepakatan di level pemerintahan Arab Saudi dan UEA. Hal ini dikarenakan Pangeran Mahkota Abu Dhabi dan Arab Saudi, Mohammed Bin Zayed dan Mohammed Bin Salman sejak lama diketahui memiliki hubungan erat dengan media-media tersebut.

Ketegangan ini terjadi hanya dua hari setelah para pemimpin Arab Saudi, UEA, Mesir dan Qatar berkumpul di KTT Arab-Islam-Amerika di Riyadh, dengan Donald Trump dan puluhan pemimpin negara Arab dan Islam lainnya berkumpul. Apakah pertemuan ini terkait dengan ketegangan tersebut? Jika bukan karena sebab ini, mengapa gencarnya pemberitaan di media-media massa baru terjadi pasca pertemuan itu? Sedangkan pernyataan yang diduga palsu itu sudah bergulir sebelumnya?

Jawaban atas pertanyaan itu, bisa kita sandingkan dengan sebuah pemberitaan dari surat kabar Inggris, The Guardian yang memberitakan kejadian renggangnnya hubungan Trump dengan Qatar. Guardian The Guardian (1/6/2017) menyebutkan bahwa Trump saat itu tengah menghadapi tekanan di dalam negeri AS (mungkin dipimpin oleh agen pro-Israel) untuk meninjau aliansi Washington dengan Qatar. Qatar disebut telah memberi dukungan kepada Gerakan Perlawanan Islam (Hamas) dalam melawan pendudukan Israel, serta mendukung Ikhwanul Muslimin (IM). 

Guardian dalam hal ini mengutip pernyataan mantan Menteri Pertahanan AS Robert Gates, yang mengkritik dukungan Qatar kepada Hamas dan IM. Begitupun dengan ketua Komite Urusan Luar Negeri Dewan Perwakilan AS, Ed Royce, yang juga mengatakan akan mengajukan undang-undang untuk menghukum negara-negara yang mendukung kedua kelompok tersebut termasuk Qatar.

Memang, Trump pernah menyinggung hal ini dalam pidatonya pada pertemuan para pemimpin di Riyadh. Saat itu, Trump menyandingkan Hamas dengan ISIS dan Al-Qaidah sebagai kelompok teroris. Pidato itu pun membuka peluang bagi Arab Saudi dan UEA untuk melancarkan serangan kepada Qatar. Dalam hal ini, Trump mungkin hafal betul kondisi persaingan dari ketiga negara ini di wilayah Timur Tengah?

Saat ini, Amerika Serikat (AS) sendiri masih mempertimbangkan hubungan dengan Qatar, kerena kepentingannya yang begitu besar atas negara ini. Qatar memang menjadi tuan rumah pangkalan Angkatan Udara terbesar Amerika di Timur Tengah sehingga dengan adanya ketegangan dari negara-negara ini menjadi peluang besar bagi Trump untuk meredam tekanan pada pemerintahannya (tanpa campur tangan secara langsung).

Sementara itu, ketegangan Arab Saudi dan UEA terhadap Qatar juga memiliki latar belakang lain. Arab Saudi dan UEA mulai khawatir tentang aset-asetnya di Yaman dan Tanduk Afrika, dana besar pun dialokasikan Arab Saudi untuk mendukung kebijakan Trump. Di sisi lain, Saudi juga saat ini tengah berharap mendapatkan dukungan dari presiden AS untuk menaikkan Putra Mahkota Mohammed Bin Salman ke takhta kerajaan. Seperti yang diketahui, orang-orang AS memang lebih menyukai Muhammad bin Nayef untuk memimpin Saudi dari pada Mohammed Bin Salman.

Sebelumnya, ketegangan memang pernah terjadi antara Arab Saudi-UEA-Mesir dan Qatar yaitu ketika Qatar memberi dukungan terhadap Ikhwanul Muslimin pasca kemengan Muhammad Mursi. Saat itu, Arab Saudi menarik duta besarnya dari Doha, begitu pun UEA. Hal ini pula yang membuat gencarnya kampanye berita di internet oleh situs UEA dan Mesir terhadap Qatar serta memutuskan untuk memblokir puluhan situs Qatar, termasuk Al-Jazeera.

Selain permasalahan di atas, munculnya ketegangan saat ini pun ditengarai berasal dari tingkat tertinggi di UEA, termasuk dari Menteri Luar Negeri Anwar Gargash dan Wakil Kepala Polisi dan Keamanan Publik di Dubai, Dhahi Khalfan. Para pengamat menyebutkan kekhawatiran UEA dalam beberapa pekan terakhir mengenai tanggapan Qatar terhadap plot “kudeta Aden” (upaya membagi Aden), yang akhirnya direspon oleh media UAE dengan serangan ganas terhadap jaringan Al-Jazeera yang berbasis di Doha.

Adapun hal lain yang mulai dipertanyaan yaitu tentang rekening keuangan swasta Putra Mahkota Saudi, untuk mendukung kemitraan pribadinya dengan UEA. Dalam hal ini, Mohammed Bin Salman diketahui telah lama menjalin dukungan dengan UEA untuk memperkuat posisinya di kerajaan.

Kompleks dan adanya pertalian permasalahan di atas menjadi beberapa faktor yang mungkin dapat menjelaskan skenario memanasnya hubungan Saudi-UEA terhadap Qatar. Adapun beberapa efek yang mempertegas memanasnya hubungan Arab Saudi-UEA atas Qatar ini diantaranya:
  1. Arab Saudi dan negara-negara pendukungnya memutuskan hubungan diplomatik Qatar serta memblokir puluhan situs Qatar, termasuk Al-Jazeera.
  2. Di dunia pendidikan, semua buku karya Yusuf al-Qaradhawi dikeluarkan dari universitas dan perpustakaan di Arab Saudi dan beberapa negara pendukung.
  3. Adanya prokontra dari berbagai negara (ancaman munculnya faksi-faksi)
Respon Publik

Ketegangan antara Arab Saudi-UEA dengan Qatar berdampak buruk pada beberapa negera serta menimbulkan kontroversi yang meluas dan ragam respon publik. Ketegangan tersebut telah membuat terputusnya hubungan diplomatik antara Arab saudi-UEA dan negara-negara pendukungnya terhadap Qatar. Tak terkecuali bagi negara-negara di Afrika seperti Mauritania. Negara di Afrika Barat yang juga anggota Liga Arab, ikut memutuskan hubungan dengan Qatar pada hari Selasa (06/06). 

“Negara bagian Qatar telah menghubungkan kebijakannya untuk mendukung organisasi teroris dan penyebaran gagasan ekstremis,” kata pernyataan dari kementerian luar negeri Mauritania yang diterbitkan dalam bahasa Arab oleh Badan Informasi Mauritania.

Adapun dukungan Israel mencuat atas sikap Arab Saudi- UEA dan beberapa negara lain atas Qatar. Pihak Israel merilis pernyataan dan sikap dukungannya atas langkah yang memusuhi Qatar. Menteri Pertahanan Avigdor Lieberman bahkan menyebut perkembangan geo-politik Timur Tengah itu sebagai “peluang” bagi Israel.

Di pihak, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan yang sejak lama dikenal anti Israel merilis pernyataan yang menegaskan ketidaksetujuan negaranya atas langkah pemutusan hubungan diplomatik berikut sanksi yang dijatuhkan terhadap Qatar. Menurutnya, kawasan Timur Tengah saat ini sangat membutuhkan persatuan dan kerjasama yang lebih erat dari sebelumnya. Selain Turki, Iran juga telah merilis pernyataan yang senada dengan mengkritik langkah penjatuhan sanksi terhadap Qatar.

Berkenaan dengan tuduhan Teroris atas Hamas yang menjadi salah satu sebab ketegangan ini. Sosial media Twitter di negara-negara Timur Tengah dibanjiri Tagar "Hamas Bukan Teroris". Viralnya tagar ini paling banyak ditemukan di Palestina, Qatar, Yordania, Mesir, Aljazair, Oman dan Libya.
Fakta Dibalik Ketegangan Arab Saudi Dengan Qatar. Tanda Hari Kiamat?
Para pengguna media sosial menekankan bahwa perlawanan adalah milik rakyat Palestina untuk mendapatkan kemerdekaan dari penjajahan Israel, Hamas bukan Teroris (Foto: INT)
Aksi protes ini pun diikuti oleh sejumlah tokoh di dunia Arab. Salim al-Menhali  seorang profesor hubungan internasional yang berbasis di UAE misalnya. Ia mengatakan:

“Wajar apabila Hamas adalah perlawanan, bukan terorisme, karena tidak satupun orang yang diserang; Mereka membela bangsa Palestina dari penjajah. Justru sangat tidak wajar bila Hamas diserang untuk menyenangkan musuh.”

Begitupun dengan seorang aktivis perjuangan Palestina dan mantan tahanan Israel Mahmoud Merdawe. Ia angkat bicara dan menyatakan bahwa “penjajah (Israel) bersenang-ria atas posisi resmi beberapa negara Arab yang menyatakan bahwa Hamas sebagai gerakan teroris.”

Adapun Perdana Menteri Iraq Haidar Abadi menyatakan sikap netralnya dengan mengatakan bahwa Iraq tidak ingin berpihak dalam krisis hubungan diplomatik di beberapa negara atas Qatar ini. Abadi menambahkan negaranya ingin mempunyai hubungan yang baik dengan semua pihak. Bagitupun dengan Raja Maroko, Mohammed VI yang bahkan menawarkan diri sebagai penengah perselisihan diplomatik antara Qatar dan negara-negara Teluk tersebut. Kementerian Luar Negeri dan Kerjasama Internasional Maroko (11/6/2017) mengatakan bahwa pihaknya siap untuk memainkan peran mediator atas krisis ini.

“Jika para pihak menginginkan, Kerajaan Maroko siap menawarkan jasanya untuk mendorong dialog yang jujur ​​dan menyeluruh atas dasar campur tangan dalam urusan internal dan perang melawan ekstremisme agama,” katanya.

Hal ini disampaikannya karena, Maroko memiliki hubungan yang baik dengan para pemimpin pemerintahan di negara Teluk, terutama Raja Arab Saudi dan Emir Qatar. Atas hal itu, Mohammed VI memilih sikap netral dan tidak berpihak pada salah-satu pihak.

“Karena ikatan pribadi yang kuat dari persaudaraan dan pertimbangan bersama yang tulus, Kerajaan Maroko telah berhati-hati untuk tidak memberikan pernyataan publik dan tergesa-gesa yang hanya memperkuat perselisihan dan memperdalam perbedaan,” paparnya.

Sementara itu, Menteri Luar Negeri Jerman, Sigmar Gabriel menuduh Presiden Amerika Serikat, Donald Trump mengendalikan konflik di Timur Tengah yang terjadi saat ini. Ia mencurigai bahwa putusnya hubungan diplomatik negara teluk dengan Qatar berkaitan erat dengan kunjungan Trump ke Saudi lalu. Menurutnya, kedatangannya tersebut bertujuan untuk meminta negara-negara Muslimin bersatu melawan “ekstremisme”.

“Kontrak militer raksasa Presiden Trump dengan kerajaan (Saudi) teluk baru-baru ini akan meningkatkan risiko penjualan senjata,” kata Gabriel dalam sebuah wawancara dengan Handelsblatt (7/6/2017).

Tanda Akhir Zaman

Di luar kondisi politik dan urusan kenegaraan yang terjadi antara Arab Saudi dan negara-negara Teluk dengan Qatar di atas. Beberapa kejadian, permasalahan dan sebab terjadinya konflik di atas bisa saja menjadi indikasi dan asumsi bahwa ini semua menjadi permulaan dari ramalan datangnya akhir zaman. Terutama adanya keterlibatan pangeran mahkota Kerajaan Arab Saudi serta keterlibatan AS. Adakah itu pasti? Tanda-tanda akhir zaman atas kejadian ini memang memungkinkan untuk dibenarkan.

Kajian dari Ust. Zulkifli Muhammad, Lc, MA melalui video berikut mungkin bisa menjadi penjelasan tentang Akhir Zaman, dimana gejalanya sudah sedemikian rupa terjadi satu persatu.
Dari kutipan ceramah di atas, Nabi Muhammad saw menyatakan, zaman umat Islam akan dibagi menjadi 5 periode atau masa:
  1. Masa Kenabian yaitu periode yang berlangsung sekitar 23 tahun dan telah berakhir sejak wafatnya Nabi Muhammad saw.
  2. Masa Kekhalifahan yaitu umat Islam dipimpin 4 Khalifah yakni Abu Bakar, Utsman bin Affan, Umar bin Khaththab dan  berakhir di Ali bin Abi Thalib.
  3. Masa Mulkan Adhon atau kekhalifahan dengan sistem kerajaan yang menurut pakar sejarah, periode ini telah berakhir sejak diruntuhkannya kekhalifahan Usmaniyah di Turki pada 13 Maret 1924 oleh Kemal At Taturk.
  4. Masa Mulkan Jabariyya (Diktator) yaitu periode dimana saat ini kita berada. Pada masa ini, umat Islam mengalami zaman yang paling gelap dalam sejarah karena tidak punya kepemimpinan dan dunia dikuasai oleh bangsa bangsa kafir.
  5. Masa kembalinya Khalifah Islamiyyah yaitu masa sebelum akhir zaman akan muncul kembali periode terakhir yaitu kekhalifahan seperti sistem kenabian dimana umat Islam akan kembali memimpin dunia. Masa kelima ini tidak akan berlangsung lama karena satu atau dua periode setelah itu akan muncul tanda tanda kiamat besar.

Dalam ceramah itu pula kata Zulkifli Muhammad, Kiamat akan terjadi dengan ditandai 10 peristiwa. Tanda-tanda kiamat  poin 1 sampai 4 akan terjadi pada masa keempat yang kita jalani kita saat ini, yaitu:
  1. Munculnya Dajjal 
  2. Turunnya Nabi Isa AS ke bumi
  3. Munculnya Yajuj dan Majuj dalam jumlah banyak. Sebagai perbandingan, saat itu 1 manusia berbanding dg 999 Ya’juj dan Ma’juj
  4. Masa-masa aman saat dunia kembali dipimpin oleh khalifah Islam.
  5. Matahari terbit dari barat
  6. Keluar binatang besar
  7. Angin lembut yang mematikan seluruh umat Islam sehingga dunia hanya dipenuhi oleh orang-orang kafir saja.
  8. Tenggelam dan hancurnya bumi sebelah timur
  9. Tenggelam dan hancurnya bumi sebelah barat
  10. Tiupan sangkakala dan munculnya api yang akan menggiring manusia berkumpul di Syam menanti detik-detik musnahnya alam semesta
Adapun tanda-tanda besar kiamat ke 8,9 dan 10 hanya dirasakan oleh orang-orang kafir karena orang-orang mukmin sudah dimatikan oleh Allah swt. Salah satu tanda Dajjall akan muncul adalah saat sungai/danau Tiberias kering. Dan faktanya,  saat ini debit airnya sudah menurun secara drastis.

Sebelum turun Dajjal, maka Al Mahdi akan muncul terlebih dahulu. Siapa Al Mahdi? Al Mahdi berasal dari keturunan kandung Nabi Muhammad  saw, keturunan Fatimah yaitu dari Hasan bin Ali RA, namanya mirip nama Nabi yaitu Muhammad dan nama ayahnya juga sama dengan nama ayah Nabi yaitu bernama Abdullah.

Saat ini, tanda-tanda akan segera muncul Al Mahdi itu telah terjadi, dan kejadian di atas memungkinkan adalah kelanjutan dari tanda yang keempat:
  1. Salju turun di Arab, ini sudah terjadi sejak 2009 dan sampai tahun 2016 lalu salju juga turun di Arab Saudi.
  2. Bumi akan dipenuhi huru hara dan peperangan dan kezaliman yang semakin lama semakin meningkat sehingga hari hari ke depan akan terasa semakin berat. Banyak terjadi pembunuhan seperti di yang saat ini terjadi di Yaman, Suriah, Palestina, Mesir dan lainnya.
  3. Banyak fitnah/kezaliman yang terjadi di negeri Syam seperti yang terjadi saat ini di Suriah oleh rezim Basar As’ad atau kekejaman di Palestina oleh Israel
  4. Wafatnya seorang Raja Arab lalu 3 putera mahkotanya saling ribut atau konflik. Saat ini Raja Abdullah di Arab Saudi telah wafat dan 3 putra mahkota berikutnya saling gaduh karena memiliki perbedaan prinsip dan karakter. Tiga putra mahkota tersebut yaitu Raja Salman, Thalal dan Mukrim. Raja Salman dilantik menggantikan mendiang Raja Abdullah pada Januari 2015. Beliau termasuk orang sholeh dan anti maksiat dan hafidz Quran. Sedangkan Thalal memiliki kekuatan ekonomi bahkan salah satu orang terkaya dunia. Namun ia ahli maksiat. Sementara itu Mukrim loyalitasnya lebih ke Yahudi dan Amerika. Raja Salman telah mengusir Thalal dari kerajaan sedangkan Raja Salman membiarkan Mukrim tetap di kerajaan namun telah mencabut hak beliau sebagai raja berikutnya. Namun ke depannya, kegaduhan antara 3 putra mahkota tersebut akan terus terjadi.
Fakta-fakta di atas menjadi referensi bagi kita untuk senantiasa mengingat hari kiamat dan semoga menambah keyakinan serta keimanan kita, dalam rangka mempersiapkan diri menhadapi dunia selanjutnya dengan ketaqwaan kepada Allah SWT.

Sumber: kiblat.net
Load disqus comments

0 komentar